EKSPEDISI CINCIN API |REKAMAN

Tukang-Jalan.com® - REKAMAN tentang petaka global itu awalnya terbaca pada lapisan es beku di sudut bumi. Pada awal 1990-an, Gregory A Zielinski, geolog dari University of Massachusetts, menemukan lapisan asam belerang (suphuric acid) sebanyak 2-4 megaton dalam inti es di Greenland. Zielinski ahli dalam menemukan rahasia yang terkubur di dalam lapisan es kuno. Dengan menganalisis komposisi lapisan inti es yang terbentuk tiap tahun, dia menemukan perubahan kimia terkecil yang bisa menjelaskan kondisi iklim dan besaran suhu saat itu.
Temuan itu sangat mengejutkan. Voume asam belrang yagn terdapat di Greenland itu setara dengan 25 kali tingkat pulusi yang disebabkan seluruh industry di dunia saat ini. Dengan menganalisis usia lapisan, ia menemukan, timbunan asam belerang itu terbentuk dalam kurun enam tahun lalu pada periode 71.000-75.000 tahun lampau. Dalam tulisannya di Geophysical Research Letter, 1996, Zielinski memperkirakan, saat itu, bumi diselimuti lapisan kuning beracun dari asam belerang yang kemudian luruh dan sebagian terendapkan di Greenland. Peluruhan itu berlangsung selama kurun enam tahun.
Di atas lapisan asam belerang, Zielinski menemukan lapisan kalsium yang terbentuk selama 200 tahun. Ini mengindikasikan dalam kurun itu terjadi badai debu, yang kemungkinan disebabkan menurunnya tutupan pohon di muka bumi.
Ia menyadari, sesuatu petaka besar telah terjadi pada periode itu, tetapi apa?
Di sudut lain bumi, Michael R rampino, geolog dari University of New York mengebor dadar laut untuk melacak iklim pada masa lalu. Dengna menganalisis dua istop oksiten (oksigen-16 dan Oksigen-18) yang terdapat dalam cangkang mini yang disebut foraminifera, dia bisa mengetahui suhu lautan pada masa lalu.
Rampino tersentak saat mengetahui bahwa pada suatu masa lautan tiba-tiba turun drastic hingga 5c. perubahan itu terjadi tiba-tiba, di luar kebiasaan perubahan iklim yang terjadi secara perlahan.
“TIdak sampai 100.000 tahun, atau bahkan 10.000 tahun, tetrapi hanya ribuan tahun. Perubahan iklim ini begitu mengejutkan. Ini terlalu cepat,” kata Rampino yang diwawancarai dalam tayang film documenter terlevisi yang dirpoduksi NOVA, uni sains media pelayanan public WGBH, Msytery of the Megavolcano (2006). Sesuatu yang luar biasa terjadi. “Sistem iklim global seperti diputar tombolnya secara tiba-tiba ,dari panas menjadi dingin.”
Rampino kemudian melacak kurun terjadinya peritstiwa luar biasa itu. Ia menemukan penandawaktu yang nyaris sama dengan saat terjadinya hujan asam belerang id Greenland yang ditemukan Zielinski, yaitu 71.000-75.000 tahun lampau.
Dua peneliti independen, menggunakan metode berbeda, dipertemukan oleh satu temuan serupa. Ada apa dengna bumi pada kurun tahun itu?
Ketika Zielinski dan Rampino masih diliputi teka-teki, John Westgate, ahli geologi dari University of Toronto, menemukan abu vulkanik berusia sekitar 74.000 tahun. Westgate menduga kekacauan iklim pada kurun tersebut disebabkan oleh letusan gunung api raksasa.
Selama bertahun-tahun, Westgate bekeraj seperti detektif gunung api. Ia melacak sumber abu vulkanik dari berbagai belahan dunia. Apda awal 1990-an itu, dia mendapatkan sampel abu vulkanik yang dikirim oleh koleganya dari berbagai penjuru dunia. Abu itu tersebar di wilayah sekitar 4 juta km², tetapi memiliki kemiripan asal. Namun, Westgate kesulitan mencari jejak gunung api mana yang bisa mengeluarkan abu dengan jangkauan sedemikian luas.
Hingga pada tahun 1994, dia mendapat sampel abu yang dikirim Craig Chesner dari sekitar Danau Toba, dan…,eureka! Setelah bertahun-tahun pencarian, penyebab kekacauan iklim masa lalu itu akhirnya ditemukan. Danau (baca: gunung) Toba yang mengirim abu nyaris diseantero bumi, menimbun partikel asam belerang di inti es Greenland, dan mendinginkan lautan dunia.
Penelitian terpisah dari Zielinski, Rampino, Westgate, dan dilengkapi oleh Chesner telah berujunga pada satu muara yang sama, yaitu pada periode 74.000 tahun lampau, Gunung Toba meletus hebat dan menyebabkan perubahan iklim global yang berdampak hingga ribuan tahun setelahnya.
Chesner menghitung, bersama dengan munculnya abu, letusan Gunung Toba juga melepas 5.000 juta ton partikel asam belerang ke atmosfer. Partikel gas inilah yang menghalangi sinar matahari mencapai bumi hingga 90%, sekaligus mencegah terjadinya penguapan air ke atmosfer.
Hujan tak lagi turun, menyebabkan kekeringan hingga bertahun-tahun. Kering, sekaligus sangat dingin. Kegelapan total dan suhu dingin tiba-tiba itulah yang oleh Zielinski dan Rampino digambarkan sebaga ipetaka besar pada masa lalu. Pepohonan mati, hanya rerumputan yang bertahan. Peeriode ini dikenal sebagai fase terdingin pada zaman pleistosen, yaitu epos dari 2,5 juta tahun lalu hingga 11.000 tahun lampau.
Letusan Toba memang tak tercatat dalam sejarah manusia sehingga petaka yang diakibatkannya hanya diperoleh dari simulasi dan penelitian terhadap jejaknya. Namun, menurut Rampino, bukti bahwa letusan gunung api bisa mendinginkan bumi telah tercatat dalam sejumlah letusan yang lebih muda dari gunung-gunung lain.
Letusan gunung terbesar yang pernah tercatat adalah Tambora di Pulau Sumbawa, NTb, paa 1815, yang berdampak besar terhadap iklim global. Letusan yang hanya separuh magnitude Toba ini menyebabkan tahun tanpa musim panas di Eropa dan Amerika. Letusan gunung yang menyebabkan penurunan suhu bumi 0,3C adalah Gunung Agung di Bali pada 1963.
Terakhir letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991 menurunkan suhu bumi hingga 0,5C. dennga perhitungan yang didasarakan pada asumsi bahwa Toba mengeluarkan aerosol asam sulfat 100 kali lipat yang dikeluarkan letusan Gunung Pinatubo, Rampino memperkirakan suhu bumi pasca letusan Toba mendingin tiba-tiba hingga 5C. bahkan, beberapa ilmuwan lain memperkirakan pendinginan sampai 10c.
Saat Toba meletus, jutaan ton asam sulfat dilepaskan ke stratosfer sehingga menciptakan kegelapan total selam enam tahun dan suhu beku selam sedikitnya 1.000 tahun, lalu diikuti cuaca dingin ribuan tahun. Fotosintesis melambat bahkan hampir mustahil terjadi, menghancurkan sumber pakan manusia dan binatang.
Meski demikian, sebagian ahli menilai pendapat ini berlebihan. Hans Graf, ahli ilmu atmosfer dari University of Cambridge, mengatakan, letusan gunung api yang diikuti perubahan iklim global itu berlebihan. Kesalahan pertama, menurut Graf, adalah pada estimasi bahwa letusan Toba mengeluarkan sulfur dioksida 100 kali dari Pinatubo. “Kami pikir Toba leibh besar memproduksi abu dibandingkan sulfur,” katanya.
Membandingkan letusan raksasa Toba dengan letusan gunung yang lebih kecil, seperti Pinatubo, menurut Graf, juga keliru. Dalma kasus Pinatubo, hampir semua slulfur dioksida yang dikeluarkan  dikonversi menjadi partikel sulfat. Namun, ion hidroksida (OH) di atmosfer tidak akn cukup bereaksi dengn sulfur dioksida yang dilepas Toba. Karena itu, partikel sulfur dioksida yang diliepas Toba diperkirakan lebih banyak kembali luruh ke tanah daripada tetap tinggal di atmosfer.
Berdasarkan argument itu, Graf berkesimpulan, pendinginan global yang terjadi akibat letusan Toba tidak lebiih dari 2,5C dan berlangsung hanya beberapa tahun. Efek letusan Toba juga regional. Di beberapa tempat, seperti India, penurunan suhu diperkirakan hanya 1C.[tukang-jalan.com – sumber : Kompas, Sabtu, 15 Oktober, 2011| Oleh: ]

Keywords :  Danau Toba,supervolcano,Toba Lake,gunung berapi,Gunung Sinabung,Gunung Sibayak.
Tags :  Toba,Lake Toba,Supervolcano.
Description :   Supervolcano ancaman dari Dalam Bumi.
Excerpt : Kering sekaligus sangat dingin. Kegelapan total dan suhu dingin tiba-tiba itulah yang oleh Zielinski dan Rampino, digambarkan sebagai petaka besar pada masa lalu.

#Tim Ekspedisi,  cincin api Kompas berjalan di Kaldera Gunung Sibyak (2.050 mdpl) yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Selasa (26/7). Di kaldera ini terdapat sejumlah sumber belerang.


Comments

Popular Posts