EKSPEDISI CINCIN API |KRAKATAU-MENYINGKAP RAHASIA KEHIDUPAN
Tukang-Jalan.com®
- SEJAUH mata memandang di ketinggian itu hanyalah batuan runcing,
abu, dan bom-batuan pijar yang setelah mendingin tampak seperti gumpalan lumpur
berwarna hitam legam tetapi sangat keras dan pejal. Bom yagn saat dilontarkan
bersuhu lebih dari 600ᴼC itu menciptakan lubang-lubang di
dalam tanah, sebagaian menghanguskan tanaman. Suhu pada permukaan tanah
tercatat mencapai 45°C.
Semakin ke atas menuju puncak,
daratan tertutup lapisan putih kekuningan berbau belerang. Di balik lapisan
putih itu, bumi seperti bergolak, panasnya menguar dan menyengat kulit. Pada
kedalaman setengah meter bisa mencapai 60◦C.
Kondisi lingkungan ykang ekstrem membatasi
perekembangan vegetasi hanay pada zona di bawah 200 mdpl. Cemara laut (Casuarina equisetifolia) hanya bertahan
di pesisir pantai. Di beberapa bagian terdapat tegakan campuran waru laut (Hibiscus tiliaceus), mara (Macaranga tanarius), dan beringin (Ficus fulva dan Ficus septic).
“Sebelum letusan Oktober-November
2010, di kawasan ini masih banyak paku-pakuan. Bahkan cemara juga sudah mulai
tumbuh. Semua tersapu habis sekarang,” kata Tukirin Partomihardjo (59). Selama
30 tahun, profeson botani dari LIPI itu meneliti suksesi ekologis di Krakatau.
Menurut Tukirin, tak diragukan lagi,
Anak Krakatau yang kerap meletus menyebabkan kehidupan muskil hadir di zona 200
mdpl hingga ke puncaknya di ketinggian sekitar 286 mdpl. Suasana “Kekosongan”
itu mengingatkan pada catatan Rogier DM Verbeek, geolog Belanda yang datang ke
Krakatau pada 11 Oktober 1883 atau enam minggu setelah letusan hebat
mengguncang pada 27 Agustus 1883. “Permukaan tanah asli terkubur lapisan abu
dan batu apung. Daerah ini masih sedemikian panasnya, sehingga beberapa pemikul
barang yang bertelanjang kaki terus berjingkat-jingkat seperti menari.”
Verbeek menajdi orang pertama di
RAkata, kepingan pulau yang tersisa setelah Krakatau meeltus. Pulau Krakatau
yang semula tersusun dari tia puncak, yaitu Danan (450 mdpl), Perbuatan (120
mdpl), dan Rakatat ( 822 mdpl), kemudian runtuh ke dalam laut. Hanay tersisa
setengah tubuh RAkata yang berbentuk bulan sabit menghadap kaldera yang
tersembunyi di kedalaman 180 m di bawah permukaan laut. Sedangkan Pulau Sertung
dan Panjang, sisa kaldera tua sebelu mletusan 1883 yang berada di lingkar luar
Pulau Krakatau semakin bertambah luas dan tinggi karena tertimbun abu dan batu
apung sampai ketebalan lebih dari 50 m.
Pada waktu itu, daratan RAkata masih
terlalu panas. Verbeek menyaksikan air hujan yang berubah menjadi uap saat
menyentuh lantai pulau yang panas. Aliran lumpur mengucur dari tebing yang
dilapisi lava. Ia tak meliaht tanda-tanda kehadiran makhluk hidup di sana.
Sertung dan Panjang juga tak
menyisakan kehidupan, selain tonggak-tonggak kayu mati yang hangus terbakar.
Gambaran tentang huta nlebat dalam sektsa John Weber, anggota tim ekspedisi
Kapten James Cook yang menyinggahi Krakatau dan pulau-pulau di sekelilingnya
sebelum 1883, sama sekali tak terliaht jejekanya. Verbeek pun berkesimpulan,
seluruh kehidupan di pulau itu pasti telah musnah.
Pendapat itu kemudian didukung
sejumlah ahli botani, seperti Melchior Treub, Direktur Kebun Raya Bogor
(1880-1909) sehingga munculah konsep tentang area kosong (clean slate) atau tabula rasa. Treub (1888) menyakini, seluruh
kehidupan di kawasan Krakatau musnah karean abu vulkanik yang sangat panas dan
batu apung mentuutp kawasn in idari pantai sampai titik tertinggi hingga
ketebalan 80 m.
Namun, pendapat lain dikemukakan
Cornelis Andrejs Backer, anak buah Treub Pada tahun 1908, dia mengunjungi
Krakatau dan berpendapat bahwa terdapat akar, benih, dan organism tanah yang
mungkin bertahan dalam lubang yagn terlindung di beberapa tempat di bagian
selatan Rakata. Pendapat ini dibuatnya setelah dia melihat adanay batang kayu
besar yang masih segar id bawah timbunan batu apung. Di lereng agak tinggi di
bagian selatan, dia juga menemukan abu tidak terlalu tebal menutupi. Dia
berpendapat bahwa musim hujan pada bulan September dan Oktober 1883 mungkin
menyebabkan bertahannya kehidupan.
Tukirin menolak pendapat Backer.
“Batang kayu yang ditemukan Backer bukan dari Rakata, tetapi dibawa gelombang
laut beberapa tahun setelah letusan, lalu tertimbun longsor batu apung,”
katanya.
Tukirin semakin yakin bahwa letusan
Krakatau pada 1883 telah menciptakan tabula rasa setelah dia menemukan tonggak
kayu menjadi arang, yang tersingkap di tebing pantai RAkata. “Arang kayu itu
tertimbun batu apung dan pasir hingga kedalaman lebih dari 20 m. Tidak mungkin
ada kehidupan bertahan di bawah timbunan sedalam itu,” katanya.
Hilangnya seluruh kehidupan setelah
letusan 1883 atau adanya beberapa kehidupan yang bertahan masih menjadi
perdebatan dengan bukti dan alasan masing-masing. “Kontroversi ini menjadi
begitu mapan sehignga ia sudah lama diberi nama the Krakatoa (Krakatau)
problem,” tulis Simon Winchester (2003).
Namun, bagaimana pun kerasnya
perdebatan, setiap ahli botani tetap saja tergelitik untuk mengetahui bagaimana
kehidupan mengisi Krkatau pasa-letusan besar itu? Kapan, siapa atau apa, yang
pertama kali datang dan mengolonisasi tabua rasa-atau setidaknya nyaris seperti
tabula rasa itu?
KARKATA, KEKATU, hingga KAGAK TAU
CATATAN orang Eropa pertama tentang
Krakatau terdapat dalam peta yang dibuat Lucas Janczoon Waghenaer tahun 1584.
Dia menulis dalam peta itu Pulo Cartcata utnuk menunjuk pulau gunung api di
selatan sunda. Sejak itu, nama Krakatau muncul dalam catatan pelaut Eroap dalam
berbagai variasi nama, di antaranya Rakata, Krakatoa, Krakatoe, atau Krakatao.
Suryadi (2009) menyebutkan,
setidaknya ada tiga versi asal nama Krakatau. Pertama dari bahasa Sansekerta, karkataka,karkata, atau karka, yang artinya ‘kepiting’ atau
‘lobster’. Kedua, penamaan itu diambil dari bunyi mirip suara beo putih yang
eprnah menghuni daerah itu. Ketiga, dari kosakakat bahasa Melayu, kelakatu, yang berate ‘semut bersayap
putih’.
Selain itu, menurut Suryadi, ada
juga cerita yang menyatakan tentang nama pulau itu muncul akiat sebuha
kekeliruan berbahasa. Disebutkan bahwa ketika seorang kapten kapal bertanay
kepada penduduk asli tentang nama pulau gunung api, yang disebut belakangan
menjawab kagak tau, yaitu jargon
dalam bahasa Betawi yang berarti ‘saya tidak tahu’.
Pujangga Jawa, Ronggowarsito (1869)
dalam Kitab Raja Purwa menyebut
Gunung Krakatau sebagai Gunung Kapi. Buku ini merupakan yang tertua yang dibuat
pribumi tentang Gunung Krakatau.
Simon Winchester (2003) dengan jitu
menulis, penyebutan nama geografis memang menjadi masalah besar bagi Indonesia
yang pernah menderita akibat penjajahan dari banyak bangsa. Temapt yang sama
bisa menapat nama sampai tiga kali, atau bahkan lebih. Pertama nama pribumi,
kemudian nama yang diberikan oleh penjajah (bisa berbeda nama dari Portugis,
Inggris, hingga Belanda-hanya Jepang yang pelit memberi nama), kemudian nama
pengganti di zaman pascakolonial.
Pulau-pulau yang berada di kompleks
Krakatau ini juga menunjukkan kompleksitas ini. Panjang-nama pribumi atau
purba-menjadi Pulau Lang oleh Belanda, kemudian sekarang menjadi Rakata Kecil.
Sertung menjadi Verlaten (bahasa Belanda, artinya ‘pulau kesepian yang
ditinggalkan penghuninya’), dan sekarang kembali menjadi Sertung.
[*/tukang-jalan.com dari KOMPAS,
|OLEH : AHAMD ARIF,INDIRA PERMANASARI, YULIVINUS HARJONO,C ANTO SAPTOWALYONO]
Baca juga :
Krakatau menyingkap rahasia kehidupan bisa juga disaksikan melaui audio visual
dengan judul Krakatau, krakatu reveal (BBC) dan Journey from the center of the
earth. Jejak ekspedisi melalui foto 360 derajat ‘virtual reality’ di www.cincinapi.com. Ekspedisi cincin api Krakatau
menyingkap kehidupan bisa diunduh melalui App Store. Lihat juga video nya
“Krakatau Purba dan Letusannya” di vod.kompas.com/krakataupurba dan sebagai
selingan bisa unduh article : pulang ke rumah
desa
Keywords :
Krakatau,Anak Krakatau
Tags :
Anak Krakatau,krakatu,Supervolcano.
Description
: 15 Agustus 2011, Langit cerah
tanpa awan. Matahari terasa dekat, teriknya memanggang. Puncak Anak Krakatau
menyemburkan asap tipis, delapan puluh meter dari jangkauan. Batua nlepas
berguguran saat diinjak dan udara bertuba menyesakkan napas.
Excerpt : DI balik kedahsyatan letusannya, Krakatau mengajarkan tentang
kekuatan daya hidup. Sedemikian dahsyat daya hancur gunung ini, sedemikian
cepat pula kehidupan kembali hadir. Dimulai dari laba-laba yang merajut
jejaring di atas hamparan tabula rasa, aneka jenis makhluk hidup kemudian
tumbuh dan berkembang di sana. Krakatau membangun tubuhnya, menghancurkan diri,
lalu melahirkan Anak Krakatau, untuk menempa kita agar bersiasat hidup
bersanding alam.
#Tim ekspedisi cincin api menapak lereng Gunung Anak Krakatau,
Perairan Selat Sunda, Senin (15/8). Sejauh mata memandang menuju puncak kaldera
Gunung Anak Krakatau, hanyalah jalur berpijak yang rawan longsor berupa batuan
runcing, pasir, abu, dan bom-batuan pijar yang telah mendingin.
#Gunung Anak Krakatau lahir kembali dari kedalaman 180 m, pascaerupsi
tahun 1883, dan terus bertambah tinggi hingga saat ini, Perairan Selat Sunda,
Rabu (17/8). Gunung di tengah Perairan Selat Sunda di antara Pulau Jawa dan
Sumatera ini menarik untuk dicermati, tak hanya dari atas, tetapi juga dari
bawah permukaan air tempat ia berada.
Comments
Post a Comment