EKSPEDISI CINCIN API |TOBA
Tukang-Jalan.com®
- TOBA lebih dari sekadar danau yang memesona. Ia adalah kawah
gunung api raksasa (supervolcano) yang sudah beberapa kali meletus dan masih
menyimpan kantong magma di bawahnya. Danau ini merupakan yang terbesar di Indonesia dan kaldera terbesar di dunia.
Geolog Belanda, Reinout Willem van
Bemmelen, adalah ilmuwan pertama yang mengenalkan ke dunia bahwa Danau Toba
terbentuk dari letusan gunung berapi. Di ujung penjajahan Belanda, di tengah
gejolak perlawanan pribumi yang menguat, Van Bemmelen mengeliling Nusantara.
Dia bertugas mengumpulkan informasi tentang geologi Indonesia, teruta terkait
dengna kekayaan mineral untuk kepentingan eksploitasi.
Menyusuri daratan Sumatera pada
tahun 1939, dia tiba di tepian Danau Toba. Dia terbelalak saat menyaksikan
seluruh daratan di sekitar danau raksasa yang elok itu tertutup ignimbrite rocks, batu yang merupakan
hasil dari letusan gunung berapi. “Danau Toba pastilah kaldera sebuah gunung
raksasa!” begitu kesimpulan Van Bemmelen.
Sepuluh tahun kemudian, dia
menerbitkan The Geology of Indonesia
dalam tiga jilid. Buku ini menjadi babon pengetahuan tentang kondisi bawah bumi
Indonesia. Selain mengurai potensi tamban dan mineral di Indonesia, Van
Bemmelen juga menjelasakan keajaiban dan kompleksitas geologi Indonesia. Di
salah satu bab, dai menuliskan hubungan genetika natara kekuatan tektonik dan
vulkanik yang membentuk Danau Toba.
“Di antara Sungai Barumun dan Sungai
Wampu, Pegunungan Barisan (yang berdiri di atas sesar) tiba-tiba melebar dan
terjadi pengangkatan dari bawah yang membentuk kubah (dome), panjangnya 275 km dan lebar 150 km, yang disebut Tumor
Batak,” tulis Van Bemmelen.
Pengangkatan Tumor Batak ini disebut
menjadi fase awal pertumbuhan Gunung Toba. Saaat pembubungan terjadi , sebagian
magma keluar melalui retakan awal, membentuk tubuh gunung. Kubah itu, kemudian
meletus hebat, menyebabkan amblesnya bagian tubuh, menciptakan lubang dalam.
Gaya tektonik kemudian menggeser dan menarik cekungan hingga memanjang kea rah
barat laut-tenggara, searah Pulau Sumatera. Proses itu jgua menyebabakan
terungkitnya sebagian dari amblesan, naik ke posisi miring arah barat daya,
membentuk Pulau Samosir.
Pendapat Van Bemmelen bahwa Danau
Toba terbentuk dari satu kali letusan besar sempat bertahan begitu lama hingga
kemudian dikoreksi oleh geolog Belanda lainnya, Verstappen yang meneliti
kawasan itu pada 1961-1973. Ia mendapati beberapa bukti bahwa cekungan Toba
telah ada sebelum letusan besar.
Toba memang terbentuk oleh letusan
gunung yang sangat dahsyat (super eruption), tetapi tidak dalam satu kejadian.
Gunung Toba telah beberapa kali meledak sehingga membentuk danau raksasa
seperti yang terlihat sekarang.
Dengan meneliti usia rempah vulkanik
di sekitar Toba menggunakan radioaktif argon-argon (40Ar/39Ar), Craig A
Chenser, geolog dari Eastern Illinois University, dan WI Rose, geolog dari
Michigan Technology University, menyimpulkan, Danau Toba terbentuk melalui
setidaknya empat fase letusan besar, tiga kali di antaranya terjadi dalam 1
juta tahun terakhir. Letusan awal diperkirakan terjadi 1,2 juta tahun lalu
(Haranggaol Dacite Tuff/HDT), menciptakan kaldera Haranggaol.
Letusan berikutnya terjadi sekitar
840.000 tahun lalu (Oldest Toba Tuff/OTT), yang menghasilkan kaldera di timur
Danau Toba, meliputi Prapat dan Porsea. Sekitar 501.000 tahun lalu (Middle Toba
Tuff/MTT), Toba kembali meletus dan menghasilkan kaldera utara di Silalahi dan
Haranggaol.
Letusan terakhir, sekitar 74.000
tahun lalu, yang dikenal sebagai Youngest Toba Tuff (YTT), adalah yang
terdahsyat dan membentuk danau seperti sekarang. Melepaskan sedikitnya 2.800 kmᵌ magma (therpa) ke udara-dua kali volumue gunung
tertinggi di dunia, Everest-letusan YTT menjadi yang terbesar di bumi dalam 2
juta tahun terakhir. Ia berada dalam urutan teratas, mencapai angka 8 dalam
Volcanic Explosivity Index (VEI), skala untuk mengukur kekuatan letusan gunung
api.
Chesner menyebutkan, luncuran awan panas letusan YYT
mencapai area seluas 20.000 km², menimbuni daratan Sumatera dari Samdura Hindia
di sebelah barat hingga Selat Malaka di sebelah timur. Ketebalan timbunan
material awan panas itu rata-rata 100 m dan di beberapa aea mencapai 400 m.
“Chesner meneliti Toba sejak tahun 1980-an. Dia
membuat disertasi tentang itu dan berencana datang kembali dalam waktu dekat
ini untuk penelitian lebih lanjut,” kata Indyo Pratomo, geolog dari Museum
Geologi.
Bersama Indyo, siang itu, kami menyusuri jejak letusan
Gunung Toba. Begitu melihat tebing tinggi di pinggir jalan Tiga Panah,
Kabupaten Karo, 20 km dari sebelah barat laut Danau Toba, Indyo meminta mobil
ditepikan. Bukit itu terkelupas karena dikeruk warga, berwarna putih, menjulang
lebih dari 25 m. Ia keluar dari mobil, mengamati sejenak tebing itu, dan
kemudian mencongkel dasar tebing dengan palu besi.
“Ini semua berisi material piroklastik (awan panas)
Toba. Terdiri dari campuran batuan beku dan batu apung yang terhambur keluar
pada satu momen periode letusan YTT,”
katanya sambil menyodorkan bongkahan batu sebesar kepalan lengan, tetapi
seringan kelereng.
“Ini belum bagian dasarnya, tetapi mungkin bagian
tengah dari lapisan piroklastik,” katanya. Di lapisan atas, jejak material
piroklastik yang ditemui kebanyakan berupa Kristal kuarsa. “Kristal ini berasal
dari magma yang terfragmentasi karena hebatnya letusan.”
Letusan itu, menurut Indyo, menciptakan kolom api
seinggi lebih dari 40 km, lalu jatuh ke tanah karena gravitasi, menciptakan
gelombang awan panas raksasa yang menghanguskan.
Indyo lalu menunjuk ngarai sedalam 50 m di seberang
bukit yang dipisahkan jalan aspla. “Bukit ini dulu mungkin lembah sedalam itu.
Bisa dibayangkan betapa tebal awan panas yang mengubur daerah ini. Setidaknya
sampai 100 m,” tuturnya.
Melewati jalan Kabanjahe-Dolok Sanggul, kami menyusuri
pinggiran luar kaldera Toba. Jalan itu 20 km sejajar danau. Jejak material awan
panas menyelimuti secara total hamparan tanah sejauh mata memandang, memberikan
kesuburan bagi petani jeruk dan sayur-mayur. Sulit membayangkan bagaimana
pemusnahan total yang diakibatkan oleh luncuran awan panas bersuhu lebih dari
550ᴼC saat letusan itu dulu terjadi. Kawasan ini tentu serupa lautan api.
Selain awan panas raksasa, letusan Gunung Toba juga
menyemburkan abu yang menutupi wilayah seluas 4 juta km². jejak abu vulknaik
Toba ditemukan di Perak dan Pahang (Malaysia), yang jaraknya leibh dari 400 km,
dengna ketebalan 1,5m hingga 6m. Bahkan, abu vulkanik Toba juga ditemukan di
India, nyaris seluruh Samudra Hindia, Laut Arab, hingga Laut China Selatan.
Namun, dampak letusan Toba tidak sebatas pada luncuran
awan panas dan timbunan abu yang mematikan. Bencana terbesar dan berskala global dari letusan Toba adalah
perubahan iklim.
Supervolcano,
ancaman dari Dalam Bumi
Istilah supervolcano
awalnya dipopulerkan oleh kantor berita Inggris, BBC, dalam siarannya, Horizon tahun 2000. Sebelum itu, ahli
vulkanologi dan geologi belum menggunakan istilah ini. Saat ini istilah supervolcano populer digunakan untuk
menyebutkan gunung api ynan dapat memuntahkan sedikitnya 300 kmᵌ magma dalam
letusannya.
Kekuatan letusan supervolcano, kebanyakan berada pada
tingkat 8 dalam VEI. Selain istilah supervolcano,
yang sering digunakan untuk menyebut letusan dahsyat gunung berapi jenis ini
adalh supereruption atau megakaldera.
Catatan geologis menunjukkan, setidaknya seitap
100.000 tahun terjadi letusan supervolcano. Tak ada lagi kesangsian bahwa bumi
akan mengalami lagi ledakan supervolcano. Pertanyaannya bukan mungkinkah
terjadi letusan supervolcano, melainkan kapan akan meletus.
Letusan supervolcano yang terbaru terjadi di North
Island, Selandia Baru, pada 26.500 tahun lalu. Letuasn ini membentuk Danau
Taupo. Letusan supervolcano Toba di Sumatera Utara yang terjadi pada 73.000
tahun lalu (YTT) merupakan yang terkuat dalam periode dua juta tahun terakhir.
Letusan ini mengeluarkan 2.800 kmᵌ magma dan tergolong letusan supervolcano
kelas menengah.
Geological Society of London pada 2005 melaporkan,
beberapa letusan supervolcano berdampak lebih buruk lima sampai 10 kali lipat
dibandingkan terjangan asteroid. Beberapa letusan supervolcano yang lebih tua
berdampak sangat besar terhadap bumi. Misalnya, ledakan Siberian Traps di
Siberia pada 250 juta tahun lalu yang diduga memunahkan 90% spesies di lautan.
Ledakan Deccan Traps di India yang berbarengan dengna tumbukan meteorit diduga
telah menghabisi era dinosaurus.
Beberapa letusan supervolcano lain pernah terjadi di
Island Park Caldera, Idaho, AS, sekitar 2,1 juta tahun llau yang memuntahkan
2.500 kubik magma. Letusan supervolcano juga teridentifikasi terjadi di Cerro
Galan, Argentina, pada 2,5 juta tahun lalu, serta di Atana Ignimbrite, Cile,
sekitar 4 juta tahun lalu.
Yellowstone di AS merupakan salah satu supervolcano
yang saat ini dikhawatirkan akan meletus lagi. Catatan geologi menyebutkan,
periode letusan Yellowstone adalah 600.000 tahun sekali. Saat ini sudah 620.000
tahun sejak letusan terakhir terjadi. Jika Yellowstone kembali meletus
sebagaimana letusannya terakhir, separuh AS akan tertutup abu hingga satu
meter.
Keywords :
Danau Toba,supervolcano,Toba Lake,gunung berapi.
Tags :
Toba,Lake Toba,Supervolcano.
Description
: Supervolcano ancaman dari
Dalam Bumi.
Excerpt : Geolog Belanda Reinout
Willem van Bemmelen, adalah ilmuwan pertama yang mengenalkan ke dunia bahwa
Danau Toba terbentuk dari letusan gunung berapi!.
#Puluhan siswa SMA menumpang
perahu yang melintasi Danau Toba menuju sekolah mereka di Kecamatan Pangururan,
Pulau Samosir, Sabtu (23/7). Ongkos yang dikeluarkan utnuk menumpang perahu
rata-rata Rp 5.000 per orang untuk pergi-pulang.
Comments
Post a Comment